PKS: Pemindahan IKN Berpotensi Rusak Ekosistem Hutan dan Langgar UU Lingkungan Hidup

Anggota DPR RI Fraksi PKS, Johan Rosihan tegas menolak pengesahan RUU Ibu Kota Negara (IKN). Pasalnya ia menilai pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur berpotensi merusak lingkungan hidup. Menurutnya masalah terbesar ada pada aspek lingkungan, di mana pembangunan kota bisa merusak fungsi hutan, lingkungan dan keanekaragaman hayati. Mengingat, 59,5 persen luas wilayah IKN adalah kawasan hutan. "Kondisi saat ini menunjukkan 59,5 persen luas wilayah IKN merupakan wilayah kawasan hutan dan sebagai wilayah habitat satwa endemik yang harusnya dilindungi," kata Johan dalam keterangannya, Sabtu (22/1/2022).

Apalagi kata dia, pemindahan IKN masih belum punya kajian detail soal mitigasi bencana di Penajam Paser Utara. Selain bencana alam seperti banjir, lokasi IKN juga punya potensi bencana kabut asap di mana terdapat 1.106 titik panas api yang pernah membuat kebakaran hutan dan lahan seluas 6.715 hektare di tahun 2919 lalu. "Pemerintah harus sadar bahwa pembabatan hutan di hulu dan sedimentasi sungai akibat aktivitas penambangan membuat Sebagian daratan mengalami degradasi dan berpotensi mengakibatkan banjir besar, dan faktanya banjir pun sudah terjadi saat ini di lokasi tersebut," tuturnya.

Anggota Komisi IV DPR RI ini menegaskan bahwa pemindahan IKN akan berdampak serius terhadap kerusakan lingkungan, mengganggu habitat flora dan fauna, merusak keanekaragaman hayati, merusak ekosistem mangrove, dan merusak Kawasan hutan. Pada wilayah IKN, terdapat kawasan hutan seluas 108.364 hektare, dan memiliki sekitar 527 jenis tumbuhan, 180 jenis burung, lebih dari 100 mamalia dan terdapat spesies dengan status konservasi tinggi, dilindungi, endemik dan spesies penting. Johan menyebutkan lokasi dipilihnya letak kawasan IKN yang berada diantara hutan konservasi Taman Hutan Rakyat Bukit Suharto dan Hutan Lindung Sungai Wain dan Hutan Lindung Manggar, juga mengancam keberlangsungan ketersediaan sumber air.

Hal ini dikhawatirkan memperparah krisis sumber air dan mengancam kawasan lindung dan konservasi teluk Balikpapan. Terlebih aktivitas yang merusak ekosistem hutan dan sumber daya air merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. "Pembangunan dan aktivitas yang merusak ekosistem hutan, merusak sumber air dan kawasan mangrove merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup," tegasnya.

"Kita harus mencegah kerusakan ekosistem hutan dengan menolak pemindahan ibukota negara," pungkas Johan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *